Minggu, 08 Juli 2012

Kimia Industri - Pabrik Semen


PENDAHULUAN

A. Latar belakang
SEMEN Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton.
Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya kira-kira "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Pabrik semen di Australia.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.
Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
Pengaduk semen sederhana.
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.
Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit berdiri tanpa bantuan beton.
Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam  yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.

B. Cara pembuatan semen
Di kota-kota besar tentu tidak asing lagi bagi kita melihat gedung-gedung tinggi yang berdiri kokoh dengan megahnya. Bangunan itu mampu berdiri karena di topang oleh beton dan baja. Tentu tidak asing lagi bagi kita bahan untuk membuat beton itu adalah campuran semen, pasir, dan air. Nah tentu ingin tahu bagaimana caranya proses pembuatan semen di pabriknya. mulai dari penambangan sampai semen yang telah jadi seperti yang kita lihat di pasaran.


Secara umum proses produksi semen terdiri dari beberapa tahapan :

  1. Penggalian/Quarrying : Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang pertama adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya akan silika atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti tanah liat. Batu gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
  2. Penghancuran : Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang digali.
  3. Pencampuran Awal : Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan komposisi tumpukan bahan.
  4. Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku : Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang diinginkan.
  5. Pembakaran dan Pendinginan Klinker : Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada preheater ini dan berlanjut dalam kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400 °C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 °C.
  6. Penghalusan Akhir : Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P dihancurkan dalam sistim tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo semen.
C. Unsur-unsur kimia utama di dalam semen
  • 3CaO.SiO2 : tricalsium silicate, disingkat C3S
  • 2CaO.SiO2 : dicalsium silicate, disingkat C2S
  • 3CaO.Al2O3 : tricalsium aluminate, disingkat C3A
  • 4CaO.Al2O3.Fe2O3 : tetracalsium aluminoferrite, disingkat C4AF
Bahan lainnya (< 5%) adalah Gipsum, oksida alkali, magnesium oksida, dan phosporus pentoksida.

unsur-semen
Komposisi unsur-unsur kimia tersebut di dalam semen sangat mempengaruhi sifat-sifat dan kegunaan semen tersebut. Peranan masing-masing unsur kimia dalam semen tersebut dapat dijelaskan sbb:
C3S
  • Bereaksi dengan air untuk membentuk pasta semen
  • Pengerasan pasta semen berlangsung cepat, sekitar 70% dalam 1 minggu
  • Menghasilkan panas hidrasi (panas yang terjadi akibat reaksi antara semen dengan air) tinggi, sekitar 500 joule/gram
C2S
  • Bereaksi dengan air untuk membentuk pasta semen
  • Pengerasan pasta semen berlangsung lambat (dalam beberapa minggu sampai 1 bulan)
  • Menghasilkan panas hidrasi lebih rendah, sekitar 250 joule/gram
C3A
  • Bereaksi dengan air membentuk pasta semen berkekuatan rendah
  • Pengerasan pasta semen berlangsung cepat, sekitar 1 s.d 2 hari
  • Menghasilkan panas hidrasi tinggi, sekitar 850 joule/gram
C4AF
  • Bereaksi dengan air membentuk pasta semen
  • Pengerasan pasta semen berlangsung sangat cepat, dalam beberapa menit
  • Menghasilkan panas hidrasi tinggi, sekitar 420 joule/gram
Ada 5 tipe semen menurut standar ACI 225 (American Concrete Institute). Ke-5 tipe semen ini berbeda sifat dan kegunaannya karena perbedaan komposisi unsur-unsur kimia di dalamnya.
Tipe
Penggunaan
C3S
C2S
C3A
C4AF
I
Beton biasa
54
18
10
8
II
Beton dengan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang
55
19
6
11
III
Beton dengan kekuatan awal tinggi
55
17
9
8
IV
Beton dengan panas hidrasi rendah
42
32
4
15
V
Beton dengan ketahanan sulfat tinggi
54
22
4
13

D. Jenis-jenis semen menurut BPS :


Jenis semen
No.SNI
Nama
SNI 15-0129-2004
Semen portland putih
SNI 15-0302-2004
Semen portland pozolan / Portland Pozzolan Cement (PPC)
SNI 15-2049-2004
Semen portland / Ordinary Portland Cement (OPC)
SNI 15-3500-2004
Semen portland campur
SNI 15-3758-2004
Semen masonry
SNI 15-7064-2004
Semen portland komposi

semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V. 
semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
            Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus :
            (% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.

E. Pajak

Selama ini industri semen telah dikenakan beberapa macam pajak diantaranya adalah :
   Pajak Penghasilan (PPh) Badan
   Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan untuk Karyawan
   Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
   Pajak pertambahan Nilai (PPN)
   Pajak Daerah dan Distribusi Daerah
Dengan melihat beban pajak yang telah dikenakan pada barang produksi semen pada saat ini, maka diharapkan salah satu beban pajak tersebut digantikan dengan cukai. Pajak yang dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan cukai adalah PPN. Hal ini disebabkan  karena penerimaan negara diperkirakan akan lebih besar dan lebih sederhana bila semen dikenakan cukai dibanding bila dikenakan PPN. Di samping itu pengenaan cukai dapat dibebankan kepada konsumen (forward shifting) dan bukan kepada pengusaha pabrik.
Pengenaan cukai terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga semen. Mengingat semen adalah barang yang mempunyai sifat permintaan inelastis yaitu permintaan yang tidak peka terhadap perubahan harga,  maka pengenaan cukai terhadap semen diharapkan tidak mempengaruhi penerimaan negara di sektor pajak yang lain.

F.Elastisitas Permintaan

Berdasarkan analisa statistik terhadap data produksi dan nilai produksi industri semen di Indonesia yang diperoleh dari BPS melalui uji regresi dengan harga konstan, diperoleh hasil –0,80673  dengan t-statistik -2,270 (ceteris paribus diasumsikan income percapita tetap). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi semen sebesar 8,0673%. Oleh karena itu, semen mempunyai sifat permintaan inelastis yang artinya berapapun peningkatan harga semen tidak akan terlalu mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap semen, maka penurunan jumlah produksi tersebut tidak akan mempengaruhi permintaan semen di dalam negeri. Dengan demikian semen  mepunyai potensi yang cukup besar untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai apabila semen tersebut dikenakan cukai.

G.Kelayakan Administrasi

Salah satu pertimbangan dalam pemungutan pajak di suatu negara, temasuk dalam hal ini adalah cukai, dengan mempertimbangkan kelayakan administrasi dari pemungutannya. Kelayakan administrasi suatu barang untuk dikenakan cukai dimaksudkan bahwa administrasi barang kena cukai tersebut dapat dilakukan secara tertib, terkendali, sederhana dan mudah difahami oleh anggota masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, industri semen dapat dikelompokkan dalam :
1.      Weight loosing process industry, karena untuk membuat satu ton semen diperlukan bahan-bahan baku seperti yang telah disebutkan di atas yang berat totalnya hampir dua kali lipat dari produk akhir yang dihasilkannya, sehingga industri semen adalah industri yang padat modal.
2.     Selain padat modal industri semen juga padat energi. Energi yang dipakai pada umumnya adalah listrik dan bahan bakar. Untuk menghasilkan satu ton semen, energi yang dibutuhkan bisa mencapai 110 – 120 Kwh energi listrik ; sedangkan untuk menghasilkan satu ton clinker, energi yang dibutuhkan adalah antara 800 – 900 Kkal energi bahan bakar.
3.     Rentang biaya produksi semen per tonnya adalah antara US $ 26 – US $ 38. Oleh karena itu industri semen merupakan industri yang bersifat ekonomi skala besar (economies of scale) yang artinya semakin besar volume produksinya, semakin kecil biaya rata-rata (average cost) per ton semen.
4.      Proses produksi semen adalah proses produksi yang terpadu (berada pada satu lokasi dan tidak terpisah-pisah), sehingga kemungkinan melakukan mutasi barang setengah jadi sangatlah sulit. Proses produksi dalam industri semen dilakukan dengan menggunakan high technology (teknologi canggih), sehingga industri semen hanya dapat dilakukan oleh industri besar saja (bukan berbentuk industri rakyat/home industry). Selain itu, industri semen menghasilkan single product, yaitu produk semen saja dan sangat sulit untuk memproduksi barang lain selain semen.
5.      Sistem distribusi barang jadi hasil produksi semen adalah sederhana, yaitu melalui Asosiasi Semen Nasional, melalui truk, tangki atau kontainer. Selain itu, tempat penimbunan barang jadi hasil industri semen juga sederhana, sehingga mudah untuk diawasi.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, industri semen bukanlah industri tradisional melainkan industri yang modern yang padat modal, sehingga mengharuskan memiliki sistem administrasi yang baik. Oleh karena itu, pengawasan terhadap jumlah produksi maupun penjualan semen dalam rangka perhitungan cukainya tidaklah terlalu sulit.
Hasil akhir industri semen adalah bubuk/bulk yang dapat langsung dikeluarkan dalam bentuk bulk truk/tangki yang berupa semen curah dengan ukuran tertentu dan melalui proses pengantongan dengan kemasan berupa zak (berukuran 40 atau 50 Kg). Semen juga memiliki  jenis tertentu dan ada standar mutunya, sehingga mudah untuk menetapkan berapa besarnya tarif cukai untuk masing-masing jenis semen.
Selain itu, jumlah pabrik semen tidak terlalu banyak (sekitar sepuluh sampai dengan dua puluh pabrik) dengan jaringan pemasaran yang meliputi 27 (dua puluh tujuh) propinsi di Indonesia, sehingga mudah untuk melakukan pengawasan fisik, sebagai implementasi dari karakteristik cukai cukai. Pengawasan fisik tersebut dapat dilakaukan dengan dua cara, yaitu :
-        Penempatan pegawai Bea dan Cukai untuk mengawasi pabrik semen. Namun demikian jumlah pegawai yang dibutuhkan tidaklah terlalu banyak, karena industri semen pabriknya jelas dan produk hasil akhirnya mudah dikenal luas oleh masyarakat.
-         On Call Service yang dikaitkan dengan self assesment dalam administrasi cukai, dimana pegawai Bea dan Cukai dapat dipanggil sewaktu-waktu, yaitu pada saat diperlukan oleh pabrik semen. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kesulitan pegawai yang mau ditempatkan di pabrik semen, mengingat dampak negatif terhadap kesehatan pegawai yang ditimbulkan oleh industri semen.
Dengan administrasi yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam pengawasan fisik, baik dari segi jumlah produksi maupun penjualannya, maka semen mudah diawasi/dikontrol karena  pabriknya jelas, berskala besar, proses produksinya terpadu dan barang jadinya (hasil akhirnya) spesifik dan terukur. Selain itu, kemungkinan untuk pelarian hak-hak negara juga sangat kecil, karena semen sulit untuk dipalsukan (proses produksinya rumit dan barang jadi / hasil akhirnya jelas dan sudah dikenal luas oleh  masyarakat). Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas maka mudah untuk menerapkan aturan-aturan yang ada dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Pelunasan cukai dapat dilakukan pada saat semen selesai dibuat di Indonesia. Untuk semen curah, pelunasannya dapat dilakukan pada saat keluar dari truk/tangki curahnya. Sedangkan untuk semen yang telah dikemas dalam kantong/zak, pada saat dikeluarkan dari pabrik. Untuk semen impor pelunasan cukainya dilakukan pada saat semen diimpor untuk dipakai. Pelunasan sukai semen dapat dilakukan dengan pembayaran.
            Sistem pengawasan dengan menggunakan dokumen cukai. Pemasukan/pengeluaran semen ke/dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada kepala kantor Bea Cukai setempat dengan dilindungi oleh dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai. Perizinan berupa BKC untuk mendirikan pabrik, tempat penimbunan dan tempat penjualan eceran semen serta importir semen diberikan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai a.n. Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan setelah mendapatkan NPPBKC,  maka pengusaha pabrik dan importir semen wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan UU No. 11/1995 tentang Cukai, antara lain ketentuan pasal 16 UU No. 11/1995 berkenaan dengan kewajiban pengusaha pabrik untuk membuat buku catatan mengenai semen untuk dilaporkan kepada pejabat Bea dan Cukai.
            Ada kendala dalam melaksanakan administrasi di bidang cukai semen. Antara lain penggunaan semen abu/portland jenis II dan V banyak digunakan untuk pembangunan Rumah Sangat Sederhana (RSS), sehingga jika dikenakan cukai, maka akan banyak masyarakat kecil yang memprotesnya. Jalan keluar untuk permasalahan tersebut adalah dengan mengatur agar pengenaan cukai terhadap semen tipe tersebut akan, yaitu dikenakan cukai dengan tarif yang relatif rendah.
Memang ada kendala dalam administrasi cukai semen, akan tetapi karena potensi penerimaan dari cukai adalah cukup besar dan administrasi pemungutan cukainya murah serta kelayakan administrasinya memadai, maka semen mempunyai potensi untuk dikenakan cukai.

H.Tenaga Kerja

Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada industri semen di Indonesia adalah sebesar 14.150 orang dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja tiap pabrik sebesar  1.253 orang. Industri Semen adalah termasuk industri yang padat modal. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dengan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana data tabel 3 untuk periode tahun 1992-1993, nilai produksi mengalami peningkatan sebesar 33,07% sedangkan jumlah tenaga kerja justru mengalami penurunan sebesar 0,01%. Menyusutnya jumlah tenaga kerja pada saat jumlah produksi meningkat adalah karena pengerjaan produksi semen cenderung menggunakan tenaga mesin. Berdasarkan data BPS yang berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja
Tahun
Jumlah Pabrik
Jumlah
TenagaKerja
Rata-rata Tenaga Kerja per Pabrik
Perubahan
Produksi
Perubahan
1988
11
13345
1213

785241295

1989
11
14005
1273
0.04713
940169646
0.19730031
1990
11
13611
1237
-0.0289
1112537988
0.183337489
1991
11
13288
1208
-0.0243
1238100952
0.112861732
1992
11
13173
1198
-0.0087
1281446423
0.035009642
1993
12
14169
1181
-0.0142
1705200104
0.330683885
1994
12
14711
1226
0.03684
2081001592
0.220385565
1995
12
15084
1257
0.02473
2301092746
0.105762127
1996
11
14932
1357
0.074
2610509760
0.134465251
1997
11
15178
1380
0.01621
3272162770
0.253457398
Rata-rata

14150
1253

1732746328

Sumber : Data BPS
            Untuk memprediksikan dampak pengenaan cukai semen terhadap penyerapan tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 4. Tabel Analisa Tenaga Kerja
Tahun
Jumlah Tenaga kerja (L)
Nilai
Produksi (ribu Rp.)
CPI
Y
=(Nilai Prod/CPI)x100
Y/L
(output)






1988
13345
785241295
141,8
9674929
725
1989
14005
940169646
150,3
9411210
672
1990
13611
1112537988
164,6
8397389
617
1991
13288
1238100952
180,3
8783635
661
1992
13173
1281446423
189,2
8352193
634
1993
14169
1705200104
207,7
9478125
669
1994
14711
2081001592
226,8
7985496
543
1995
15084
2301092746
246,9
6929435
459
1996
14932
2610509760
262,4
9542558
639
1997
15178
3272162770
291,4
7165071
472
1998

3359202300



1999

3448557081



2000

3540288699



            Untuk mengetahui rasio tenaga kerja industri  semen, dapat dihitung dengan cara membagi nilai produksi tahun 2000 (sebesar Rp. 3.540.288.699.000,00) dengan tenaga kerja tahun 1997 (sebesar 15178 orang), sehingga menghasilkan angka rasio sebesar 233.251. Kemudian dengan membagi penurunan nilai produksi jika dikenakan cukai 25% (sebesar Rp.7.080.577.740,00) dibagi dengan angka rasio di atas, maka didapat angka 3.036 orang.
            Namun demikian, penerimaan cukai tahun 2000 diharapkan dapat mengkompensasikan angka tenaga kerja yang kemungkinan  tidak dipekerjakan pada industri semen tersebut. Berdasarkan Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun  2000 (Tabel 2.), dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan cukai tahun 2000 dengan tarif 25% adalah sebesar  Rp.  531.043.305.000,00. Jika angka tersebut dibagi dengan tenaga kerja yang tidak dipekerjakan pada industri semen (3.036 orang), maka diperoleh angka kompensasi sebesar Rp. 174.915.450,00 per orang.
      Dengan memperhitungkan PDB sebagaimana yang telah dianalisa pada point B. Optimalisasi Penerimaan di atas, maka kemungkinan tenaga kerja yang  tidak dipekerjakan pada industri semen menjadi sebesar 2.581 orang (17/20 x 3.306 orang), sehingga angka kompensasi menjadi sebesar Rp. 211.923.520,00 per orang (Rp. 546.974.604.200,00 / 2.581).
Dengan melihat analisa di atas, diketahui bahwa industri semen bersifat capital intensive sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan terlalu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.

I.Kandungan Impor Semen

Bahan baku yang masih diimpor adalah bahan baku berupa gypsum, sedangkan bahan baku yang lain telah menggunakan kandungan lokal. Prosentase kandungan impor dari tabel tersebut dapat diketahui sangat kecil yaitu rata-rata 16,68% pertahun, yang berarti kandungan lokalnya sebesar 83,32%. Perubahan nilai impor dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, akan tetapi pada kasus tertentu seperti pada tahun 1995 dan 1997 terjadi peningkatan kandungan impor yaitu masing-masing sebesar 45,32% dan 52,06%.
Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan dengan kandungan impor bahan baku semen dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 5. Tabel  Kandungan Impor
Tahun
Bahan Baku
Nilai Impor
Kandungan Impor
Perubahan
1988
162048584
55135913
35.3

1989
177095855
54085779
31.06
-0.1365
1990
189517327
45189650
21.14
-0.4693
1991
237854152
57423790
22.18
0.04689
1992
249050706
15698560
7.83
-1.8327
1993
265604044
12145330
7.35
-0.0653
1994
280676289
11978428
7.19
-0.0223
1995
372405929
58660189
13.15
0.45323
1996
433687927
46044842
7
-0.8786
1997
785659700
71756181
14.6
0.52055
Rata-rata
315360051
42811866
16.68

Sumber : Data BPS          
Beberapa perusahaan pada tahun-tahun tertentu ada yang menggunakan bahan baku murni kandungan lokal seperti PT. Nusantara pada tahun 1995 dan tahun 1997. Mengingat hal tersebut maka untuk meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal dan menurunkan bahan baku impor perlu dibedakan sistem pentarifannya yaitu bahan baku impor diberikan tarif lebih tinggi dari pada semen dengan bahan baku lokal.
Jumlah impor barang jadi berupa semen berdasarkan data impor tahun 1998 dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 6. Tabel Impor Semen Tahun 1998
No.
Jenis Semen
Jumlah Impor (kg)
Rata-rata Produksi  DN (kg)
1.
White Cement
224.732

2.
Semen Tipe I
94.608.066

3.
Semen Portland
2.963.216

4.
Semen Fondu
2.120.368

5.
Semen hidraulik
117.469


Jumlah
10.003.385
17.415.008.000
Sumber : data BPS
            Berdasarkan data tabel tersebut di atas dapat diketahui besarnya persentase  impor semen yaitu 0,06%.
            Ketentuan WTO mengatur bahwa pengenaan segala jenis pajak, dalam hal ini adalah cukai terhadap barang kena cukai (BKC) impor (semen) diperkenankan sepanjang pengenaan tersebut tidak bersifat diskriminatif dalam arti cukai dikenakan terhadap BKC impor maupun BKC dalam negeri.

J.Orientasi Ekspor

Berdasarkan data dari BPS yang berkaitan ekspor hasil produksi semen dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 7. Tabel Orientasi Ekspor
Tahun
Produksi
Nilai Ekspor
Prosentase Ekspor
Perubahan
1988
785241295
0
0

1989
940169646
0
0

1990
1112537988
130310463
9
1
1991
1238100952
29044403
1.09
-7.2569
1992
1281446423
56752602
4.55
0.76044
1993
1705200104
14766624
0.83
-4.4819
1994
2081001592
18226915
0.42
-0.9762
1995
2301092746
3452393
0.58
0.27586
1996
2610509760
55175195
1.18
0.50847
1997
3272162770
217541230
3
0.60667
Rata-rata
1732746328
52526982.5
3.03

Sumber : Data BPS
            Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa kecenderungan hasil produksi industri semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu rata-rata 3,03% pertahun. Berarti sisanya, yaitu sebesar 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri. Mengingat hal tersebut maka pengenaan cukai terhadap semen diprediksikan dapat meningkatkan penerimaan dan tidak perlu dikhawatirkan pengenaan cukai terhadap semen akan memberikan perubahan kecenderungan untuk melakukan ekspor karena sifat permintaan semen adalah inelastis, sehingga pembebanan cukai tidak akan menyebabkan pengurangan permintaan yang signifikan. Dengan demikian pangsa pasar semen dalam negeri setelah pembebanan cukai tetap besar.
Memperhatikan rasio kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan,  dapat dilihat bahwa utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan demikian industri semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien.
Pengenaan cukai pada industri yang sudah efisien diharapkan akan memberikan dampak negatif yang sangat kecil, karena industri dimaksud dengan mudah akan dapat membuat penyesuaian terhadap adanya peraturan perpajakan (cukai) yang baru, sehingga dampaknya terhadap produksi maupun tenaga kerja lambat laun akan sangat kecil.
Backward / Forward Shifting : Dengan melihat berbagai analisa yang telah disebutkan di atas, maka dimungkinkan beban pengenaan cukai dilakukan dengan forward shifting, yaitu pengenaan cukai dibebankan kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena permintaan semen bersifat inelastis, sehingga beban cukai sebagian dapat dibebankan kepada konsumen.

K.Dampak Lingkungan dan Sosial

Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakannya serta proses produksi yang dilaluinya, maka semen mempunyai dampak penting untuk komponen-komponen lingkungan seperti diuraikan di bawah ini :
a)      LAHAN; dampak yang bersifat merugikan adalah :
    Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.
    Perubahan dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan penyerapan lahan serta pembangunan fasilitas lainnya. Perubahan ini dari segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat.
b)      AIR; dampak yang bersifat merugikan adalah :
    Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.
    Kuantitas air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan akan mengakibatkan penyerapan air hujan oleh tanah di tempat itu menjadi berkurang, sehingga persediaan air tanah menjadi menipis, akibatnya persediaan ait tanah menjadi makin sedikit. Akibat lanjutan adalah sungai menjadi kering pada musim kemarau dan sebaliknya sungai akan banjir (debit air menjadi sangat tinggi) karena tanah tidak  mampu lagi menyerap air yang mengalir terlalu cepat.
3. UDARA; dampak yang bersifat merugikan adalah :
a)    Debu yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik terdiri dari :
    Debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses    pembakaran,
    Debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya.
b)  Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan   kepulan debu tersebut, dapat menimbulkan pencemaran udara yang sangat mengganggu, antara lain dapat mengakibatkan naiknya temperatur udara di sekitar pabrik, bahkan dapat menimbulkan penyakit.
c)   Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara, berupa gas CO, CO2 dan SO2 yang mengandung hidrokarbon dan belerang.
d)   Kebisingan yang terdiri dari tiga jenis sumber bunyi :
    Mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik,
    Alat-alat besar seperti traktor yang dipakai pada waktu pengambilan bahan baku,
    Dentuman dinamit yang digunakan pada waktu pengambilan kapur.
e)   Berkurangnya keanekaragaman flora, berubahnya pola vegetasi dan jenis endemik, berubahnya pembentukkan klorofil dan proses fotosintesa.
f)    Berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan langka). Berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.
            Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan semen terhadap lingkungan sosial atau kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut :
     Status gizi kadar hemoglobin darah dimana semakin rendah status gizi seseorang, semakin rendah kadar hemoglobin darahnya.
     Dampak lingkungan terhadap pola penyakit, khususnya penyakit saluran pernafasan, seperti bronchitis, pharingtis dan tbc paru serta silicosis (pneumocosis), penyakit saluran pencernaan dan gangguan pada kulit.
     Morbidity rate (angka kesakitan) dari penyakit-penyakit tertentu untuk dapat menggambarkan besarnya dari dampak penyakit-penyakit tersebut di atas terhadap kesehatan. Beberapa penyakit yang diperkirakan    akan meningkat intensitasnya antara lain penyakit yang saluran nafas, penyakit yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan (psycho-social) dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang sehat.
     Penyakit gangguan kejiwaan (psiko-sosial) adalah penyakit yang bukan disebabkan oleh adanya sebab-sebab fisik, tetapi penyakit yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan yang sulit diterangkan secara fisis maupun biologis, misalnya sakit kepala yang tidak jelas penyebabnya, nyeri ulu hati, gelisah, sulit tidur, berdebar-debar (yang dalam istilah kedokteran dinamakan gastritis, cephagia, neurosis anxiety).
     Penyakit akibat kecelakaan kerja.
     Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh rendahnya mutu lingkungan, seperti penyakit perut (diarhea), demam berdarah, malaria kulit dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan di atas, ternyata semen memang menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi linkungan. Sayang sekali tidak ada informasi tentang berapa besarnya (magnitude) dampak-dampak negatif ini (khususnya dalam kasus Indonesia), Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi alasan bahwa semen memang harus dikenai cukai, karena dampak-dampak negatif tersebut seringkali “berada di atas nilai ambang batas yang wajar.”


Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pengolahan data dan uraian maka dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut :
·         Komposisi unsur-unsur kimia tersebut di dalam semen sangat mempengaruhi sifat-sifat dan kegunaan semen ;
·         Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air ;
·         Dalam industri semen angka hidrolitas harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15 ;
·         Pengenaan cukai terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga semen ;
·         Industri semen bersifat capital intensive sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan terlalu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.
Saran : hendaknya semen dikenai cukai.




























Tidak ada komentar:

Posting Komentar