PENDAHULUAN
A. Latar belakang
SEMEN Dalam perkembangan
peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita
tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan
mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan
fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan
di Indonesia ataupun
jembatan di Cina
yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun
menggunakan aspal
alam sebagaimana peradaban di Mahenjo
Daro dan Harappa di India
ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton.
Benar atau tidak, cerita,
legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti
sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu
vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli,
dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Sedangkan kata semen sendiri
berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya kira-kira
"memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski
sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli
ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad
pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat
menghilang dari peredaran.
Pabrik semen di Australia.
Baru pada abad ke-18 (ada juga
sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John
Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno
berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu
kapur dan tanah liat saat membangun menara
suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang
akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph
Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824
mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai
begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau
Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang
banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak
beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur
(kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silika
(sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida
besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada
suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.
Selama proses pemanasan,
terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak mengeras
seperti batu, ramuan diberi bubuk gips
dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
Pengaduk semen
sederhana.
Lazimnya, untuk mencapai
kekuatan tertentu, semen portland
berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain),
misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras
batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk
membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah dengan
bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.
Beton bisa disebut sebagai
mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama asingnya, concrete -
dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya
bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang
tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung
pencakar langit berdiri tanpa bantuan beton.
Meski bahan bakunya sama,
"dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan.
Misalnya, jika kadar aluminanya
diperbanyak, kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan
tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok
buat mengecor karena campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak
diperkuat.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Semen (cement) adalah hasil
industri dari paduan bahan baku
batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan
pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk,
tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung
senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan
alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida
(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan
semen, bahan baku
tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya,
yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah
yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan
berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
B. Cara pembuatan semen
Di kota-kota
besar tentu tidak asing lagi bagi kita melihat gedung-gedung tinggi yang
berdiri kokoh dengan megahnya. Bangunan itu mampu berdiri karena di topang oleh
beton dan baja. Tentu tidak asing lagi bagi kita bahan untuk membuat beton itu
adalah campuran semen, pasir, dan air. Nah tentu ingin tahu bagaimana caranya
proses pembuatan semen di pabriknya. mulai dari penambangan sampai semen yang
telah jadi seperti yang kita lihat di pasaran.
Secara umum proses produksi semen terdiri dari
beberapa tahapan :
- Penggalian/Quarrying : Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen: yang pertama adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous materials) seperti batu gamping, kapur, dll., dan yang kedua adalah yang kaya akan silika atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti tanah liat. Batu gamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian dan kemudian diangkut ke alat penghancur.
- Penghancuran : Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang digali.
- Pencampuran Awal : Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan komposisi tumpukan bahan.
- Penghalusan dan Pencampuran Bahan Baku : Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap awal ke penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis klinker yang diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang diinginkan.
- Pembakaran dan Pendinginan Klinker : Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana terjadi perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln yang berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre‐heater ini dan berlanjut dalam kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400 °C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker, kemudian dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 °C.
- Penghalusan Akhir : Dari silo klinker, klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap bahan-bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan diumpankan ke mesin penggiling akhir. Campuran klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P dihancurkan dalam sistim tertutup dalam penggiling akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan dengan pipa menuju silo semen.
C. Unsur-unsur kimia utama di dalam semen
- 3CaO.SiO2 : tricalsium silicate, disingkat C3S
- 2CaO.SiO2 : dicalsium silicate, disingkat C2S
- 3CaO.Al2O3 : tricalsium aluminate, disingkat C3A
- 4CaO.Al2O3.Fe2O3 : tetracalsium aluminoferrite, disingkat C4AF
Bahan lainnya (< 5%)
adalah Gipsum, oksida alkali, magnesium oksida, dan phosporus pentoksida.
Komposisi unsur-unsur kimia
tersebut di dalam semen sangat mempengaruhi sifat-sifat dan kegunaan semen
tersebut. Peranan masing-masing unsur kimia dalam semen tersebut dapat
dijelaskan sbb:
C3S
- Bereaksi dengan air untuk membentuk pasta semen
- Pengerasan pasta semen berlangsung cepat, sekitar 70% dalam 1 minggu
- Menghasilkan panas hidrasi (panas yang terjadi akibat reaksi antara semen dengan air) tinggi, sekitar 500 joule/gram
C2S
- Bereaksi dengan air untuk membentuk pasta semen
- Pengerasan pasta semen berlangsung lambat (dalam beberapa minggu sampai 1 bulan)
- Menghasilkan panas hidrasi lebih rendah, sekitar 250 joule/gram
C3A
- Bereaksi dengan air membentuk pasta semen berkekuatan rendah
- Pengerasan pasta semen berlangsung cepat, sekitar 1 s.d 2 hari
- Menghasilkan panas hidrasi tinggi, sekitar 850 joule/gram
C4AF
- Bereaksi dengan air membentuk pasta semen
- Pengerasan pasta semen berlangsung sangat cepat, dalam beberapa menit
- Menghasilkan panas hidrasi tinggi, sekitar 420 joule/gram
Ada 5 tipe semen
menurut standar ACI 225 (American Concrete Institute). Ke-5 tipe semen ini
berbeda sifat dan kegunaannya karena perbedaan komposisi unsur-unsur kimia di
dalamnya.
Tipe
|
Penggunaan
|
C3S
|
C2S
|
C3A
|
C4AF
|
I
|
Beton biasa
|
54
|
18
|
10
|
8
|
II
|
Beton dengan
ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang
|
55
|
19
|
6
|
11
|
III
|
Beton dengan
kekuatan awal tinggi
|
55
|
17
|
9
|
8
|
IV
|
Beton dengan
panas hidrasi rendah
|
42
|
32
|
4
|
15
|
V
|
Beton dengan
ketahanan sulfat tinggi
|
54
|
22
|
4
|
13
|
D. Jenis-jenis semen menurut BPS :
Jenis semen
|
|
No.SNI
|
Nama
|
SNI
15-0129-2004
|
Semen portland putih
|
SNI
15-0302-2004
|
Semen portland pozolan /
Portland Pozzolan Cement (PPC)
|
SNI
15-2049-2004
|
Semen portland / Ordinary
Portland Cement (OPC)
|
SNI
15-3500-2004
|
Semen portland campur
|
SNI 15-3758-2004
|
Semen masonry
|
SNI
15-7064-2004
|
Semen portland komposi
|
semen abu atau semen portland adalah
bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu
kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan
bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.
Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I
sd. V.
semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih
murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing),
seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan
utama kalsit (calcite) limestone murni.
oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen
khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik
di darat maupun di lepas pantai.
mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash).
Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari
pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida,
besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini
digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika
dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan
rumus :
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (%CaO + %MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara
<1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen
angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang
baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
E. Pajak
Selama ini industri
semen telah dikenakan beberapa macam pajak diantaranya adalah :
Pajak
Penghasilan (PPh) Badan
Pajak
Penghasilan (PPh) Perorangan untuk Karyawan
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak
pertambahan Nilai (PPN)
Pajak
Daerah dan Distribusi Daerah
Dengan melihat beban
pajak yang telah dikenakan pada barang produksi semen pada saat ini, maka
diharapkan salah satu beban pajak tersebut digantikan dengan cukai. Pajak yang
dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan cukai adalah PPN. Hal ini
disebabkan karena penerimaan negara diperkirakan akan lebih besar dan
lebih sederhana bila semen dikenakan cukai dibanding bila dikenakan PPN. Di
samping itu pengenaan cukai dapat dibebankan kepada konsumen (forward
shifting) dan bukan kepada pengusaha pabrik.
Pengenaan cukai
terhadap semen akan mengakibatkan kenaikan harga semen. Mengingat semen adalah
barang yang mempunyai sifat permintaan inelastis yaitu permintaan yang tidak
peka terhadap perubahan harga, maka pengenaan cukai terhadap semen
diharapkan tidak mempengaruhi penerimaan negara di sektor pajak yang lain.
F.Elastisitas Permintaan
Berdasarkan analisa statistik terhadap
data produksi dan nilai produksi industri semen di Indonesia yang diperoleh dari BPS
melalui uji regresi dengan harga konstan, diperoleh hasil –0,80673 dengan
t-statistik -2,270 (ceteris paribus diasumsikan income percapita
tetap). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga sebesar 10% akan
mengakibatkan penurunan jumlah produksi semen sebesar 8,0673%. Oleh karena itu,
semen mempunyai sifat permintaan inelastis yang artinya berapapun peningkatan
harga semen tidak akan terlalu mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap
semen, maka penurunan jumlah produksi tersebut tidak akan mempengaruhi
permintaan semen di dalam negeri. Dengan demikian semen mepunyai potensi
yang cukup besar untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai apabila
semen tersebut dikenakan cukai.
G.Kelayakan Administrasi
Salah satu pertimbangan dalam pemungutan
pajak di suatu negara, temasuk dalam hal ini adalah cukai, dengan
mempertimbangkan kelayakan administrasi dari pemungutannya. Kelayakan
administrasi suatu barang untuk dikenakan cukai dimaksudkan bahwa administrasi
barang kena cukai tersebut dapat dilakukan secara tertib, terkendali, sederhana
dan mudah difahami oleh anggota masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, industri semen
dapat dikelompokkan dalam :
1. Weight loosing process industry, karena
untuk membuat satu ton semen diperlukan bahan-bahan baku seperti yang telah disebutkan di atas
yang berat totalnya hampir dua kali lipat dari produk akhir yang dihasilkannya,
sehingga industri semen adalah industri yang padat modal.
2. Selain padat modal industri semen juga padat energi. Energi yang
dipakai pada umumnya adalah listrik dan bahan bakar. Untuk menghasilkan satu
ton semen, energi yang dibutuhkan bisa mencapai 110 – 120 Kwh energi listrik ;
sedangkan untuk menghasilkan satu ton clinker, energi yang dibutuhkan
adalah antara 800 – 900 Kkal energi bahan bakar.
3. Rentang biaya produksi semen per tonnya adalah antara US $ 26 – US $
38. Oleh karena itu industri semen merupakan industri yang bersifat ekonomi
skala besar (economies of scale) yang artinya semakin besar volume
produksinya, semakin kecil biaya rata-rata (average cost) per ton semen.
4. Proses produksi semen adalah proses produksi yang terpadu (berada
pada satu lokasi dan tidak terpisah-pisah), sehingga kemungkinan melakukan
mutasi barang setengah jadi sangatlah sulit. Proses produksi dalam industri
semen dilakukan dengan menggunakan high technology (teknologi canggih),
sehingga industri semen hanya dapat dilakukan oleh industri besar saja (bukan
berbentuk industri rakyat/home industry). Selain itu, industri semen
menghasilkan single product, yaitu produk semen saja dan sangat sulit
untuk memproduksi barang lain selain semen.
5. Sistem distribusi barang jadi hasil produksi semen adalah sederhana,
yaitu melalui Asosiasi Semen Nasional, melalui truk, tangki atau kontainer.
Selain itu, tempat penimbunan barang jadi hasil industri semen juga sederhana,
sehingga mudah untuk diawasi.
Berdasarkan hal-hal
yang telah disebutkan di atas, industri semen bukanlah industri tradisional
melainkan industri yang modern yang padat modal, sehingga mengharuskan memiliki
sistem administrasi yang baik. Oleh karena itu, pengawasan terhadap jumlah
produksi maupun penjualan semen dalam rangka perhitungan cukainya tidaklah
terlalu sulit.
Hasil akhir industri
semen adalah bubuk/bulk yang dapat langsung dikeluarkan dalam bentuk bulk
truk/tangki yang berupa semen curah dengan ukuran tertentu dan melalui proses
pengantongan dengan kemasan berupa zak (berukuran 40 atau 50 Kg). Semen juga
memiliki jenis tertentu dan ada standar mutunya, sehingga mudah untuk
menetapkan berapa besarnya tarif cukai untuk masing-masing jenis semen.
Selain itu, jumlah
pabrik semen tidak terlalu banyak (sekitar sepuluh sampai dengan dua puluh
pabrik) dengan jaringan pemasaran yang meliputi 27 (dua puluh tujuh) propinsi
di Indonesia, sehingga mudah untuk melakukan pengawasan fisik, sebagai
implementasi dari karakteristik cukai cukai. Pengawasan fisik tersebut dapat
dilakaukan dengan dua cara, yaitu :
- Penempatan pegawai Bea dan Cukai untuk mengawasi pabrik semen. Namun
demikian jumlah pegawai yang dibutuhkan tidaklah terlalu banyak, karena
industri semen pabriknya jelas dan produk hasil akhirnya mudah dikenal luas
oleh masyarakat.
-
On Call Service yang
dikaitkan dengan self assesment dalam administrasi cukai, dimana pegawai
Bea dan Cukai dapat dipanggil sewaktu-waktu, yaitu pada saat diperlukan oleh
pabrik semen. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kesulitan pegawai yang mau
ditempatkan di pabrik semen, mengingat dampak negatif terhadap kesehatan
pegawai yang ditimbulkan oleh industri semen.
Dengan administrasi
yang baik dan adanya kemudahan-kemudahan dalam pengawasan fisik, baik dari segi
jumlah produksi maupun penjualannya, maka semen mudah diawasi/dikontrol
karena pabriknya jelas, berskala besar, proses produksinya terpadu dan
barang jadinya (hasil akhirnya) spesifik dan terukur. Selain itu, kemungkinan
untuk pelarian hak-hak negara juga sangat kecil, karena semen sulit untuk
dipalsukan (proses produksinya rumit dan barang jadi / hasil akhirnya jelas dan
sudah dikenal luas oleh masyarakat). Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal
yang telah disebutkan di atas maka mudah untuk menerapkan aturan-aturan yang ada
dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Pelunasan cukai dapat
dilakukan pada saat semen selesai dibuat di Indonesia. Untuk semen curah,
pelunasannya dapat dilakukan pada saat keluar dari truk/tangki curahnya.
Sedangkan untuk semen yang telah dikemas dalam kantong/zak, pada saat
dikeluarkan dari pabrik. Untuk semen impor pelunasan cukainya dilakukan pada
saat semen diimpor untuk dipakai. Pelunasan sukai semen dapat dilakukan dengan
pembayaran.
Sistem pengawasan dengan menggunakan dokumen cukai. Pemasukan/pengeluaran semen
ke/dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada kepala
kantor Bea Cukai setempat dengan dilindungi oleh dokumen cukai dan/atau dokumen
pelengkap cukai. Perizinan berupa BKC untuk mendirikan pabrik, tempat penimbunan
dan tempat penjualan eceran semen serta importir semen diberikan oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai a.n. Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan setelah
mendapatkan NPPBKC, maka pengusaha pabrik dan importir semen wajib
memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan UU No. 11/1995 tentang Cukai,
antara lain ketentuan pasal 16 UU No. 11/1995 berkenaan dengan kewajiban
pengusaha pabrik untuk membuat buku catatan mengenai semen untuk dilaporkan
kepada pejabat Bea dan Cukai.
Ada kendala dalam
melaksanakan administrasi di bidang cukai semen. Antara lain penggunaan semen
abu/portland jenis II dan V banyak digunakan untuk pembangunan Rumah Sangat
Sederhana (RSS), sehingga jika dikenakan cukai, maka akan banyak masyarakat
kecil yang memprotesnya. Jalan keluar untuk permasalahan tersebut adalah dengan
mengatur agar pengenaan cukai terhadap semen tipe tersebut akan, yaitu
dikenakan cukai dengan tarif yang relatif rendah.
Memang ada kendala
dalam administrasi cukai semen, akan tetapi karena potensi penerimaan dari
cukai adalah cukup besar dan administrasi pemungutan cukainya murah serta
kelayakan administrasinya memadai, maka semen mempunyai potensi untuk dikenakan
cukai.
H.Tenaga Kerja
Rata-rata penyerapan
tenaga kerja pada industri semen di Indonesia adalah sebesar 14.150
orang dengan rata-rata penyerapan tenaga kerja tiap pabrik sebesar 1.253
orang. Industri Semen adalah termasuk industri yang padat modal. Hal ini dapat
dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dengan penyerapan tenaga kerja.
Sebagaimana data tabel 3 untuk periode tahun 1992-1993, nilai produksi
mengalami peningkatan sebesar 33,07% sedangkan jumlah tenaga kerja justru
mengalami penurunan sebesar 0,01%. Menyusutnya jumlah tenaga kerja pada saat
jumlah produksi meningkat adalah karena pengerjaan produksi semen cenderung
menggunakan tenaga mesin. Berdasarkan data BPS yang berkaitan dengan penyerapan
tenaga kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 3. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja
Tahun
|
Jumlah
Pabrik
|
Jumlah
TenagaKerja
|
Rata-rata
Tenaga Kerja per Pabrik
|
Perubahan
|
Produksi
|
Perubahan
|
1988
|
11
|
13345
|
1213
|
785241295
|
||
1989
|
11
|
14005
|
1273
|
0.04713
|
940169646
|
0.19730031
|
1990
|
11
|
13611
|
1237
|
-0.0289
|
1112537988
|
0.183337489
|
1991
|
11
|
13288
|
1208
|
-0.0243
|
1238100952
|
0.112861732
|
1992
|
11
|
13173
|
1198
|
-0.0087
|
1281446423
|
0.035009642
|
1993
|
12
|
14169
|
1181
|
-0.0142
|
1705200104
|
0.330683885
|
1994
|
12
|
14711
|
1226
|
0.03684
|
2081001592
|
0.220385565
|
1995
|
12
|
15084
|
1257
|
0.02473
|
2301092746
|
0.105762127
|
1996
|
11
|
14932
|
1357
|
0.074
|
2610509760
|
0.134465251
|
1997
|
11
|
15178
|
1380
|
0.01621
|
3272162770
|
0.253457398
|
Rata-rata
|
14150
|
1253
|
1732746328
|
Sumber : Data
BPS
Untuk memprediksikan dampak pengenaan cukai semen terhadap penyerapan tenaga
kerja, dapat disajikan tabel sebagai berikut :
Tabel 4. Tabel Analisa Tenaga Kerja
Tahun
|
Jumlah Tenaga
kerja (L)
|
Nilai
Produksi (ribu
Rp.)
|
CPI
|
Y
=(Nilai
Prod/CPI)x100
|
Y/L
(output)
|
1988
|
13345
|
785241295
|
141,8
|
9674929
|
725
|
1989
|
14005
|
940169646
|
150,3
|
9411210
|
672
|
1990
|
13611
|
1112537988
|
164,6
|
8397389
|
617
|
1991
|
13288
|
1238100952
|
180,3
|
8783635
|
661
|
1992
|
13173
|
1281446423
|
189,2
|
8352193
|
634
|
1993
|
14169
|
1705200104
|
207,7
|
9478125
|
669
|
1994
|
14711
|
2081001592
|
226,8
|
7985496
|
543
|
1995
|
15084
|
2301092746
|
246,9
|
6929435
|
459
|
1996
|
14932
|
2610509760
|
262,4
|
9542558
|
639
|
1997
|
15178
|
3272162770
|
291,4
|
7165071
|
472
|
1998
|
3359202300
|
||||
1999
|
3448557081
|
||||
2000
|
3540288699
|
Untuk mengetahui rasio tenaga kerja industri semen, dapat dihitung dengan
cara membagi nilai produksi tahun 2000 (sebesar Rp. 3.540.288.699.000,00)
dengan tenaga kerja tahun 1997 (sebesar 15178
orang), sehingga menghasilkan angka rasio sebesar 233.251. Kemudian dengan
membagi penurunan nilai produksi jika dikenakan cukai 25% (sebesar
Rp.7.080.577.740,00) dibagi dengan angka rasio di atas, maka didapat angka
3.036 orang.
Namun demikian, penerimaan cukai tahun 2000 diharapkan dapat mengkompensasikan
angka tenaga kerja yang kemungkinan tidak dipekerjakan pada industri
semen tersebut. Berdasarkan Tabel Peramalan Penerimaan Cukai Tahun 2000
(Tabel 2.), dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan cukai tahun 2000 dengan
tarif 25% adalah sebesar Rp. 531.043.305.000,00.
Jika angka tersebut dibagi dengan tenaga kerja yang tidak dipekerjakan pada
industri semen (3.036 orang), maka diperoleh angka kompensasi sebesar Rp. 174.915.450,00
per orang.
Dengan memperhitungkan PDB sebagaimana yang telah dianalisa pada point B.
Optimalisasi Penerimaan di atas, maka kemungkinan tenaga kerja yang tidak
dipekerjakan pada industri semen menjadi sebesar 2.581 orang (17/20 x 3.306
orang), sehingga angka kompensasi menjadi sebesar Rp. 211.923.520,00 per orang
(Rp. 546.974.604.200,00 / 2.581).
Dengan melihat analisa
di atas, diketahui bahwa industri semen bersifat capital intensive
sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan terlalu
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.
I.Kandungan Impor Semen
Bahan baku
yang masih diimpor adalah bahan baku berupa gypsum,
sedangkan bahan baku
yang lain telah menggunakan kandungan lokal. Prosentase kandungan impor dari
tabel tersebut dapat diketahui sangat kecil yaitu rata-rata 16,68% pertahun,
yang berarti kandungan lokalnya sebesar 83,32%. Perubahan nilai impor dari
tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, akan tetapi pada kasus tertentu
seperti pada tahun 1995 dan 1997 terjadi peningkatan kandungan impor yaitu
masing-masing sebesar 45,32% dan 52,06%.
Berdasarkan data dari
BPS yang berkaitan dengan kandungan impor bahan baku semen dapat disajikan tabel sebagai
berikut :
Tabel 5. Tabel Kandungan Impor
Tahun
|
Bahan
Baku
|
Nilai
Impor
|
Kandungan
Impor
|
Perubahan
|
1988
|
162048584
|
55135913
|
35.3
|
|
1989
|
177095855
|
54085779
|
31.06
|
-0.1365
|
1990
|
189517327
|
45189650
|
21.14
|
-0.4693
|
1991
|
237854152
|
57423790
|
22.18
|
0.04689
|
1992
|
249050706
|
15698560
|
7.83
|
-1.8327
|
1993
|
265604044
|
12145330
|
7.35
|
-0.0653
|
1994
|
280676289
|
11978428
|
7.19
|
-0.0223
|
1995
|
372405929
|
58660189
|
13.15
|
0.45323
|
1996
|
433687927
|
46044842
|
7
|
-0.8786
|
1997
|
785659700
|
71756181
|
14.6
|
0.52055
|
Rata-rata
|
315360051
|
42811866
|
16.68
|
Sumber : Data BPS
Beberapa perusahaan
pada tahun-tahun tertentu ada yang menggunakan bahan baku murni kandungan lokal seperti PT.
Nusantara pada tahun 1995 dan tahun 1997. Mengingat hal tersebut maka untuk
meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal dan
menurunkan bahan baku impor perlu dibedakan
sistem pentarifannya yaitu bahan baku impor
diberikan tarif lebih tinggi dari pada semen dengan bahan baku lokal.
Jumlah impor barang
jadi berupa semen berdasarkan data impor tahun 1998 dapat disajikan tabel
sebagai berikut :
Tabel 6. Tabel Impor Semen Tahun 1998
No.
|
Jenis Semen
|
Jumlah Impor
(kg)
|
Rata-rata
Produksi DN (kg)
|
1.
|
White Cement
|
224.732
|
|
2.
|
Semen Tipe I
|
94.608.066
|
|
3.
|
Semen Portland
|
2.963.216
|
|
4.
|
Semen Fondu
|
2.120.368
|
|
5.
|
Semen hidraulik
|
117.469
|
|
Jumlah
|
10.003.385
|
17.415.008.000
|
Sumber : data
BPS
Berdasarkan data tabel tersebut di atas dapat diketahui besarnya
persentase impor semen yaitu 0,06%.
Ketentuan WTO mengatur bahwa pengenaan segala jenis pajak, dalam hal ini adalah
cukai terhadap barang kena cukai (BKC) impor (semen) diperkenankan sepanjang
pengenaan tersebut tidak bersifat diskriminatif dalam arti cukai dikenakan
terhadap BKC impor maupun BKC dalam negeri.
J.Orientasi Ekspor
Berdasarkan data dari
BPS yang berkaitan ekspor hasil produksi semen dapat disajikan tabel sebagai berikut
:
Tabel 7. Tabel Orientasi Ekspor
Tahun
|
Produksi
|
Nilai Ekspor
|
Prosentase Ekspor
|
Perubahan
|
1988
|
785241295
|
0
|
0
|
|
1989
|
940169646
|
0
|
0
|
|
1990
|
1112537988
|
130310463
|
9
|
1
|
1991
|
1238100952
|
29044403
|
1.09
|
-7.2569
|
1992
|
1281446423
|
56752602
|
4.55
|
0.76044
|
1993
|
1705200104
|
14766624
|
0.83
|
-4.4819
|
1994
|
2081001592
|
18226915
|
0.42
|
-0.9762
|
1995
|
2301092746
|
3452393
|
0.58
|
0.27586
|
1996
|
2610509760
|
55175195
|
1.18
|
0.50847
|
1997
|
3272162770
|
217541230
|
3
|
0.60667
|
Rata-rata
|
1732746328
|
52526982.5
|
3.03
|
Sumber : Data BPS
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa kecenderungan hasil produksi
industri semen untuk diekspor sangatlah kecil, yaitu rata-rata 3,03% pertahun.
Berarti sisanya, yaitu sebesar 96,97% adalah untuk konsumsi di dalam negeri.
Mengingat hal tersebut maka pengenaan cukai terhadap semen diprediksikan dapat
meningkatkan penerimaan dan tidak perlu dikhawatirkan pengenaan cukai terhadap
semen akan memberikan perubahan kecenderungan untuk melakukan ekspor karena
sifat permintaan semen adalah inelastis, sehingga pembebanan cukai tidak akan
menyebabkan pengurangan permintaan yang signifikan. Dengan demikian pangsa
pasar semen dalam negeri setelah pembebanan cukai tetap besar.
Memperhatikan rasio
kapasitas terpasang dan produksi yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa
utilisasi kapasitas pada industri semen mencapai 91%. Dengan demikian industri
semen telah berproduksi dengan full capacity atau sangat efisien.
Pengenaan cukai pada
industri yang sudah efisien diharapkan akan memberikan dampak negatif yang
sangat kecil, karena industri dimaksud dengan mudah akan dapat membuat
penyesuaian terhadap adanya peraturan perpajakan (cukai) yang baru, sehingga
dampaknya terhadap produksi maupun tenaga kerja lambat laun akan sangat kecil.
Backward / Forward Shifting : Dengan melihat
berbagai analisa yang telah disebutkan di atas, maka dimungkinkan beban
pengenaan cukai dilakukan dengan forward shifting, yaitu pengenaan cukai
dibebankan kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena permintaan semen bersifat
inelastis, sehingga beban cukai sebagian dapat dibebankan kepada konsumen.
K.Dampak Lingkungan dan Sosial
Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang
digunakannya serta proses produksi yang dilaluinya, maka semen mempunyai dampak penting untuk
komponen-komponen lingkungan seperti diuraikan di bawah ini :
a) LAHAN; dampak yang bersifat merugikan
adalah :
Penurunan
kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat.
Perubahan
dari segi tata guna tanah akibat kegiatan penebangan dan penyerapan lahan serta
pembangunan fasilitas lainnya. Perubahan ini dari segi waktu akan meluas ke
arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada akhirnya akan berpengaruh
juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi
keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat.
b) AIR; dampak yang bersifat merugikan
adalah :
Kualitas
air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa
air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena
erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya
akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.
Kuantitas
air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan
akan mengakibatkan penyerapan air hujan oleh tanah di tempat itu menjadi
berkurang, sehingga persediaan air tanah menjadi menipis, akibatnya persediaan
ait tanah menjadi makin sedikit. Akibat lanjutan adalah sungai menjadi kering
pada musim kemarau dan sebaliknya sungai akan banjir (debit air menjadi sangat
tinggi) karena tanah tidak mampu lagi menyerap air yang mengalir terlalu
cepat.
3. UDARA; dampak yang bersifat
merugikan adalah :
a) Debu
yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik terdiri dari :
Debu
yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses
pembakaran,
Debu
yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku
ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya.
b) Debu
yang secara visual terlihat di kawasan pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan debu tersebut, dapat menimbulkan
pencemaran udara yang sangat mengganggu, antara lain dapat mengakibatkan
naiknya temperatur udara di sekitar pabrik, bahkan dapat menimbulkan penyakit.
c) Gas
yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara, berupa
gas CO, CO2 dan SO2 yang mengandung hidrokarbon dan belerang.
d) Kebisingan
yang terdiri dari tiga jenis sumber bunyi :
Mesin-mesin
yang digunakan dalam pabrik,
Alat-alat
besar seperti traktor yang dipakai pada waktu pengambilan bahan baku,
Dentuman
dinamit yang digunakan pada waktu pengambilan kapur.
e) Berkurangnya
keanekaragaman flora, berubahnya pola vegetasi dan jenis endemik, berubahnya
pembentukkan klorofil dan proses fotosintesa.
f) Berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan
langka). Berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan
tersebut.
Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan semen terhadap lingkungan sosial atau
kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut :
Status gizi kadar hemoglobin darah dimana semakin rendah status gizi
seseorang, semakin rendah kadar hemoglobin darahnya.
Dampak lingkungan terhadap pola penyakit, khususnya penyakit saluran
pernafasan, seperti bronchitis, pharingtis dan tbc paru serta silicosis
(pneumocosis), penyakit saluran pencernaan dan gangguan pada kulit.
Morbidity rate (angka kesakitan) dari
penyakit-penyakit tertentu untuk dapat menggambarkan besarnya dari dampak
penyakit-penyakit tersebut di atas terhadap kesehatan. Beberapa penyakit yang
diperkirakan akan meningkat intensitasnya antara lain
penyakit yang saluran nafas, penyakit yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan
(psycho-social) dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan kondisi
lingkungan yang kurang sehat.
Penyakit gangguan kejiwaan (psiko-sosial) adalah penyakit yang bukan
disebabkan oleh adanya sebab-sebab fisik, tetapi penyakit yang disebabkan oleh
gangguan kejiwaan yang sulit diterangkan secara fisis maupun biologis, misalnya
sakit kepala yang tidak jelas penyebabnya, nyeri ulu hati, gelisah, sulit
tidur, berdebar-debar (yang dalam istilah kedokteran dinamakan gastritis,
cephagia, neurosis anxiety).
Penyakit akibat kecelakaan kerja.
Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh rendahnya mutu
lingkungan, seperti penyakit perut (diarhea), demam berdarah, malaria
kulit dan sebagainya.
Seperti telah
dikemukakan di atas, ternyata semen memang menimbulkan dampak yang kurang
menguntungkan bagi linkungan. Sayang sekali tidak ada informasi tentang berapa
besarnya (magnitude) dampak-dampak negatif ini (khususnya dalam kasus Indonesia),
Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi alasan bahwa semen memang harus
dikenai cukai, karena dampak-dampak negatif tersebut seringkali “berada di
atas nilai ambang batas yang wajar.”
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan
pengolahan data dan uraian maka dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut :
·
Komposisi unsur-unsur kimia
tersebut di dalam semen sangat mempengaruhi sifat-sifat dan kegunaan semen ;
·
Semakin baik mutu semen maka
semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air ;
·
Dalam industri semen angka
hidrolitas harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan
tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15 ;
·
Pengenaan cukai terhadap semen
akan mengakibatkan kenaikan harga semen ;
·
Industri semen bersifat capital
intensive sehingga diharapkan pengenaan cukai terhadap semen tidak akan
terlalu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.
Saran :
hendaknya semen dikenai cukai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar